Sabtu, 13 September 2014

Makna Dari Kebahagiaan




“Kebahagian tidak akan pernah ada syarat untuk dapat merasakanya”
Saya memiliki kisah yang mungkin sebagian besar orang juga pernah merasakanya.

Saya terlahir dari keluarga sederhana yang selalu mengajarkan arti hidup dan mampu bertahan terhadap segala cobaan hidup. Dari kecil saya selalu diajarkan, untuk bisa menjadi orang yang sukses dan bahagia kelak, maka untuk itu kamu harus kerja keras dan belajar. Jika cita-cita kamu tercapai maka disaat itulah kebahagian dalam hidupmu akan hadir dengan sendirinya.

Semua berawal dari masa sekolah dasar, yang mana orang tua saya meminta  untuk belajar dengan gigih agar nantinya bisa mendapatkan sekolah lanjutan yang populer dan bergengsi tentunya. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua, amanat beliau adalah tanggung jawab yang harus dicapai dan saya yakin jika nantinya saya mendapatkan sekolah lanjutan favorit maka saya akan bahagia. Saya selalu bekerja keras belajar siang dan malam. Hingga saat ujian dan pengumuman nilai pun keluar, dan saya sangat bersyukur karena mendapatkan predikat tertinggi disekolah saat itu dan berhasil melanjutkan sekolah di sekolah favorit dikota saya saat itu.

Namun pikiran saya yang mengatakan kalau saya akan bahagia itu salah, yang ada malahan saya dipaksa lagi untuk belajar lebih keras oleh karena bersekolah di sekolah favorit dan dipenuhi oleh anak-anak berbakat. Jika tidak belajar lebih keras maka saya tidak akan bisa berkompetisi dengan murid yang lain,seakan saya tidak diberi kesempatan untuk menikmati pencapaian saya tersebut. Semua itu berlanjut hingga saya kuliah, yang mana jika kelak saya mendapatkan IPK tertinggi dengan predikat Cumlaut  maka saya akan bahagia. Hingga pada saat wisuda saya berhasil mewujudkanya, namun semua itu seakan tidak ada hentinya, seakan saya tidak diberi kesempatan untuk bahagia. Selalu ada hal yang menghalangi untuk merasakanya. Terlepas dari wisuda saya dihadapkan lagi dengan situasi dimana harus mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang mencukupi. Sekali lagi saya berkata, jika nantinya saya bekerja diperuahaan yang bagus dengan gaji yang mencukupi, maka saya akan “bahagia”

Disaat inilah saya mulai tersadar, berkaca dari teman-teman yang lebih tua dari saya yang sekarang bekerja lebih keras dan berupaya menabung untuk kelak bermimpi, jika nanti mereka memiliki rumah maka mereka akan bahagia. Bahkan setelah mereka berhasil mencapainya, kebahagian itu tidak benar-benar mereka rasakan, mereka dihadapi lagi oleh tuntutan orang tua yang meminta untuk segera menikah dan punya keluarga. Pikiran tentang konsep bahagia itu timbul lagi dengan berkata “ jika nanti saya memiliki pasangan hidup dan membina keluarga maka saya akan bahagia”

Namun kenyataanya, setelah berkeluargapun, kita selalu lebih dituntut untuk bisa bekerja lebih keras lagi ditambah lagi nantinya oleh kehadiran anak-anak dirumah. Seperti biasa ucapan tersebut akan keluar lagi, “ jika anak-anak saya besar kelak dan menjadi orang yang sukses maka saya akan bahagia”
Saat anak-anak sudah keluar dari rumah dan membentuk keluarga sendiri, kebanyakan dari kita akan menghdapi masa-masa pensiun, yang mana mereka memiliki beban baru lagi untuk mempersiapkan masa pensiun nya. Alih-lalih untuk bahagia, malahan kita dihadapi oleh situasi baru yang selalu menuntut kita untuk seakan tidak bisa menikmati kebahagiaan tersebut.

Bahkan sebagin besar orang akan lebih banyak menghabiskan waktu mereka ditempat ibadah pada hari tu mereka dan berharap kelak mereka akan bahagia di alam sana.
Setelah kita dalami lebih jauh, seakan tidak ada waktu untuk menikmati kebahagian tersebut, semua seakan dilakukan dengan persyaratan untuk merasakanya. Mereka yang hidup dengan percaya bahwa “setelah saya mendapatkanya, maka saya akan bahagia”, mereka hanya akan menjadi impian masa depan tanpa pernah bisa merasakanya.

Kebahagiaan itu sekarang, dengan apa yang anda miliki sekarang tanpa harus ada syarat untuk dapat  merasakanya. Rasa syukur akan selalu bisa menjadi jawaban atas kebahagiaan sebenarnya yang kita cari.

Tenang Dalam Kedamaian




Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, yang memungkinkan kita bisa mengakses segala sesuatu dengan cepat memaksa kita untuk bisa hidup dengan cepat agar tidak tertinggal oleh perputaran zaman.
Kehidupan dengan hiruk pikuknya terkadang membuat kita sering melupakan  hal-hal sederhana yang justru menjadi pelengkap hidup sehari-hari. Hal-hal yang selalu hadir disetiap hari kita yang justru sering luput dari perhtian. Beberapa kita justru lebih fokus dengan apa yang belum kita miliki, baik berupa mimpi maupun cita-cita. Bahkan terkadang ada juga yang sampai membutakan mata manusia itu sendiri.

Pernahkah terbesit dalam pikiran kita, bahwa apa yang kita miliki sekarang justru merupakan apa yang kita impikan dahulunya? Pernahkah kita bersyukur akan hal tersebut? Yang ada malahan mimpi baru yang selalu terniang-niang dalam angan n mimpi kita.

Hal-hal sederhana yang selalu hadir dalam diri kita yang justru tanpanya kita tak akan bisa seperti sekarang dan sering luput dari perhatian. Seperti contohnya, apakah anda sudah mengucapkan terima kasih kepada orang tua anda atas didikan mereka selama ini dan membuat anda menjadi seperti sekarang? Sebagian dari orang akan berkata “ Akan ada waktu untuk mengucapkan hal tersebut, nanti saja..”, namun percaya atau tidak 5 menit kedepan bisa jadi sudah terlambat untuk mengucapkan hal tersebut. Atau pernahkan anda mengucapkan terima kasih kepada suami, istri atau pasangan anda, yang telah setia jdi teman hidup anda dalam suka dan duka maupun dalam tangis dan tawa. Atau mengucapkan terima kasih kepada Office Boy karena sudah membawakan kopi dan membersihkan ruangan kerja anda? Tidak ada penghargaan yang paling besar selain mengucapkan terima kasih dan mengakui keberadaan mereka.